Kebijakan

 Pemerintah berupaya mencegah terorisme di Indonesia dengan membentuk peraturan pemerintah dan Undang-Undang seminggu setelah terjadinya tragedi Bom Bali I Tahun 2002 di Legian Bali. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang pemberlakuan bagi pelaku bom Bali 12 Oktober 2002. Peraturan ini merupakan kebijakan strategis dalam pemberantasan tindak pidana terorisme untuk memperkuat ketertiban masyarakat dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum dan Hak Asasi Manusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar golongan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2001 tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 15 Tahun 2003.

          Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan Perpres No. 46 Tahun 2010 tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Perpres ini diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2012. Pembentukan BNPT merupakan Kebijakan Nasional Pencegahan Terorisme di Indonesia. Badan ini merupakan pengembangan dari Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibuat pada tahun 2002. Saat itu DKPT memiliki tugas membantu Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dalam merumuskan kebijakan bagi pemberantasan tindak pidana terorisme, yang meliputi aspek penangkalan, pencegahan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segala tindakan hukum yang diperlukan.

          BNPT memiliki wewenang untuk menyusun dan membuat kebijakan serta strategi dan menjadi koordinator dalam bidang pencegahan terorisme. Arahan kebijakan pelaksanaan pencegahan radikal terorisme harus dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, terlembaga, dan berkelanjutan. Arah kebijakan ini meliputi pencegahan penyebaran ideologi dan kelompok radikal terorisme melalui sosialisasi, intelijen pencegahan dan fasilitasi pelatihan. Hal ini juga harus sejalan dengan meningkatkan dukungan masyakarat terhadap gerakan upaya melawan pemikiran dan aksi radikal terorisme sebagai upaya pencegahan terorisme yang dapat mengancam stabilitas keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

          BNPT telah membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah. Pembentukan FKPT merupakan salah satu upaya BNPT mencegah terorisme di seluruh wilayah Indonesia. Pembentukan FKPT bertujuan untuk menghimpun dukungan masyarakat dan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan terorisme dengan berbasiskan penerapan nilai kearifan lokal masing-masing daerah.

  1. Visi

            Visi kebijakan dan strategi pencegahan terorisme adalahMewujudkan upaya pencegahan terorisme yang komprehensif, menghormati hak asasi manusia dan berkelanjutan dengan sinergi antar institusi pemerintah dan masyarakat yang meliputi bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi serta meningkatkan kewaspadaan nasional untuk menjamin terpeliharannya keamanan nasional dari ancaman terorisme.

  1. Misi
  • Melakukan pencegahan terjadinya aksi terorisme, melawan propaganda ideologi radikal terorisme,meningkatkan kewaspadaan dini, dan memberikan perlindungan terhadap obyek-obyek vital, transportasi dan VVIP yang potensial menjadi target serangan terorisme.
  • Melakukan upaya deradikalisasi bagi narapidana, mantan narapidana, keluarga dan jaringannya serta upaya penangkalan dalam rangka membentengi masyarakat dari menyebarnya ideologi radikal terorisme di daerah.
  1. Kebijakan

         Kebijakan dibidang pencegahan diarahkan untuk memecahkan permasalahan yang penting dan mendesak dalam bidang pencegahan terorisme, perlindungan dari aksi terorisme dan deradikalisasi terhadap kelompok inti dan militan terorisme. Kebijakan di bidang pencegahan mengacu kepada  peraturan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi BNPT.  Tujuan dari kebijakan dan strategi di bidang pencegahan adalah mencegah dan menanggulangi ganggguan terorismesertamelakukan deteksi dini untuk meminimalkan terjadinya aksi terorisme. Arah dari kebijakan bidang pencegahan adalah mencegah penyebaran ideologi dan melindungi masyarakat dari aksi radikal terorisme dengan mengedepankan partisipasi aktif dari masyarakat, sinergi antar Kementerian dan lembagaterkait agar tercipta rasa aman di tengah masyarakat guna menjaga keutuhan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penjagaan Lapas Terorisme

Strategi

Berikut adalah kebijakan dan strategi Pencegahan Terorisme yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), terdiri dari :

  1. Pengawasan dan kontra propaganda

      Pengawasan dan Kontra Propaganda merupakan bagian dari Pencegahan Terorisme dengan  tugas utamanya merumuskan, menkoordinasikan dan melakukan pengawasan, baik pengawasan administratif maupun pengawasan fisik serta strategi kontra propaganda melalui media center maupun media lainnya. Hal yang terkait pemantauan dan pengendalian di bidang pengawasan dan strategi kontra propaganda juga dilakukan untuk mengantisipasi aksi terorisme.

  1. Kewaspadaan

     Kewaspadaan dalam pencegahan teror meupakan upaya deteksi dini dalam mencegah aksi teror. Bidang Kewaspadaan bertugas merumuskan kebijakan dan strategi di bidang peringatan dini dalam rangka pencegahan ancaman terorisme, menyiapkan koordinasi peringatan dini dan hal-hal yang terkait informasi awal tentang rencana kegiatan terorisme terutama pemetaan, jaringan dan pendanaan terorisme. Hal terpenting adalah melaksanakan kebijakan dan strategi di bidang peringatan dini dalam rangka pencegahan ancaman terorisme serta memantau dan mengendalikan pelaksanaan peringatan dini dalam rangka pencegahan ancaman terorisme.

  1. Penangkalan

         Bidang penangkalan dalam pencegahan Terorisme berarti merumuskan, melakukan koordinasi dan melaksanakan program penangkalan ideologi dan aliran radikal serta tindak kekerasan. Demikian juga upaya memantau serta melakukan pengendalian pelaksanaan program-program penangkalan ideologi dan aliran radikal serta tindak kekerasan dalam rangka pencegahan terorisme.

  1. Perlindungan

           Perlindungan dalam Pencegahan Terorisme di bagi menjadi dua sub bidang yaitu perlindungan terhadap Obvitnas, VVIP serta transportasi dan Perlindungan terhadap lingkungan. Perlindungan terhadap Obvitnas, VVIP dan transportasi bertugas menyiapkan bahan perumusan, koordinasi dan pelaksanaan pengamanan serta melakukan pemantauan dan pengendalian program terkait objek vital nasional, transportasi dan VVIP dalam rangka perlindungan. Objek vital nasional adalah telekomunikasi, transportasi (darat, laut, udara), jasa keuangan dan perbankan, ketenagalistrikkan, minyak dan gas, pasokan air besih, unit layanan darurat seperti rumah sakit,kepolisian dan pemadam kebakaran serta kantor pemeintahan.

          Perlindungan terhadap lingkungan berfungsi merumuskan kebijakan dan strategi di bidang pengamanan wilayah pemukiman serta wilayah publik dalam rangka perlindungan. Mengkoordinasikan dan melaksanakan program-program pengamanan wilayah pemukiman dan wilayah publik dalam rangka perlindungan. Pemantauan dan pengendalian program juga dilakukan untuk melakukan perlindungan dsebagai bagian dari pencegahan terorisme.

Hal-hal tersebut diwujudkan dengan menggunakan dua strategi, yaitu:

  1. Program Kontra Radikalisasi yang ditujukan terhadap masyarakat yang belum terpapar paham radikal, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pencegahan yang meliputi kegiatan pengawasan terhadap orang, senjata api, amunisi, bahan peledak, kegiatan kontra propaganda, kegiatan kewaspadaan serta kegiatan perlindungan terhadap obyek vital, transportasi, VVIP serta lingkungan dan fasilitas publik.
  2. Program Deradikalisasi yang ditujukan terhadap kelompok yang sudah terpapar paham radikal, meliputi; kelompok inti, militant, simpatisan, dan pendukung terorisme (seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1 dibawah ini) dengan melaksanakan kegiatan penangkalan, rehabilitasi, resosialisasi dan re-edukasi.

 Pusat gerakan radikalisme adalah Kelompok Inti (Hardcore) yaitu para aktor intelektual atau otak di balik gerakan dan persebaran paham radikal teroris. Dari kelompok inilah terlahir para pelaku yang militan, yang telah “tercuci otak” sehingga berani dan rela melakukan teror bahkan bunuh diri untuk mengejar “surga” sesuai keyakinannya. Kelompok ini merupakan ancaman utama karena menjadi produsen dan sutradara bagi serangkaian pemboman di Indonesia.

         Ring kedua adalah Kelompok Militan yaitu para eksekutor aksi terorisme baik yang ada di garis depan maupun sebagai perangkat pelaksana. Kelompok telah dilatih dan dipersiapkan untuk melakukan aksi bunuh diri dalam aksi teror, atau disebut sebagai ”pengantin”. Mereka sudah tidak takut lagi untuk mati baik ketika meledakkan bom, tertangkap dan dieksekusi mati, atau tertangkap dan dipenjara. Biasanya, mereka adalah remaja-remaja yang mudah dipengaruhi. Mereka direkrut oleh tokoh-tokoh kunci di kelompok satu (inti) untuk melaksanakan aksi teror yang direncanakan.

         Ring ketiga adalah Kelompok Pendukung yaitu individu atau kelompok yang dengan sukarela menyediakan sarana pendukung bagi aksi terorisme, termasuk tempat pelatihan, pendanaan, dan tempat persembunyian anggota-anggota teroris. Pada dasarnya, mereka memiliki paham yang sama dengan dua kelompok sebelumnya. Kelompok ini menjadi berbahaya karena ikut menentukan berhasil tidaknya aksi terorisme. Keberhasilan aksi teror juga ditentukan apakah sumber daya berupa dana, materi pembuat bom, senjata, media rekruitmen, serta tempat pelatihan.

       Ring selanjutnya adalah kelompok simpatisan yang berpotensi mendukung gerakan terorisme namun tidak terlibat aksi teroris. Ancaman dari kelompok ini lebih merupakan ancaman tidak langsung, yaitu memberikan dukungan ideologis seperti pentingnya Negara Islam, Khilafah Islam, Jihad, dan sejenisnya. Mereka biasanya memfasilitasi penyebaran paham radikal dan seringkali bersikap eksklusif. Kelompok-kelompok pengajian dan dakwah di kampus, kelompok kerohanian di sekolah-sekolah menjadi lahan subur bagi kelompok untuk merekrut anggota dan menyebarkan paham eksklusif radikal.

      Lapisan terluar adalah Masyarakat Indonesia yang rentan menjadi sasaran radikalisme. Atas dasar itu, seluruh stakeholders berkewajiban memberikan arahan dan bimbingan kepada masyarakat agar tidak terjangkiti radikalisme. Program Kontra Radikalisasi dan Program Deradikalisasi terus dijalankan BNPT sebagai bentuk dari pencegahan terorisme.

Kelembagaan

   Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan internasional yang membahayakan keamanan dan perdamaian dunia serta merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup.  Untuk dapat mencegah dan memberantas tindak pidana terorisme secara maksimal, perlu diikuti upaya lain, salah satunya, adalah dengan melakukan kerjasama dan meningkatkan peran antar kementerian, lembaga, dan departemen yang ada di Indonesia dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme.

A. Badan Nasional Penanggualngan Terorisme

     Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 memberikan kewenangan kepada BNPT untuk melakukan fungsi pencegahan terorisme. Badan ini memiliki tugas untuk menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional serta melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk satuan tugas yang dibutuhkan. Tugas lain dari BNPT adalah mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BNPT adalah leading sector untuk pemberantasan terorisme.

    Cakupan kewenangan penanggulangan terorisme yang diamanatkan pada BNPT yang meliputi aspek pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional merupakan bentuk perubahan cara pandang pemerintah dalam menanggulangi terorisme yang mengedepankan soft approach. Hadirnya BNPT yang mengedepankan soft approach diharapkan mampu membuat masyarakat berperan aktif dalam usaha mencegah aksi radikal terorisme. BNPT juga mempunyai kewenangan untuk mengkordinasikan program pencegahan terorisme kepada kementerian dan lembaga lainya, menjadi pusat pengendali krisis serta menjadi fasilitas presiden dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah penanganan krisis dalam penanggulangan aksi terorisme.

B. Kementerian Agama

      Saat ini di Indonesia trend terorisme yang berkembang lebih cenderung kepada radikalisasi yang mengusung motivasi in the name of religion, menyasar lembaga dan institusi pendidikan keagamaan seperti pesantren dan universitas berbasis keagamaan sebagai target radikalisasi. Sebagai lembaga yang memiliki fungsi memberikan bimbingan, pemahaman, dan pengamalan kerukunan umat beragama yang selaras dengan wawasan kebangsaan Indonesia, serta membina kualitas pendidikan yang mengedepankan moral dan etika keagamaan, pada dasarnya Kementerian Agama memiliki standing point yang sama dengan program deradikalisasi yang diusung oleh BNPT.

      Selama ini, sesuai dengan fungsi yang diembannya Kementerian Agama gencar melaksanakan kontra-radikalisasi ini dengan melakukan pembinaan dalam bentuk seminar dan workshop di pesantren. Kemenag juga membuat dan menyebarkan buku dan materi tertulis sebagai kounter terhadap ajaran teroris yang ditujukan kepada masyarakat luas, berbagai lembaga dan institusi pendidikan keagamaan, media, da’i, penyuluh agama, bahkan pelaku terorisme baik di dalam dan di luar Lapas. Jalannya program tersebut tidak membuat pelaku-pelaku terorisme yang menganut paham ekstrimis keagamaan berhenti untuk menjalankan aksinya.

C. Kementerian Pendidikan Nasional

    Institusi pendidikan diketahui telah menjadi target potensial bagi jaringan teroris untuk menanamkan ideologi radikal sekaligus merekrut anggota dari generasi muda di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari level yang paling dini hingga perguruan tinggi. Berbagai cara dan strategi dilakukan oleh kelompok teroris untuk dapat merekrut generasi muda ini, termasuk menyusup ke dalam institusi dan lembaga pendidikan untuk membujuk dan memanipulasi generasi muda di Indonesia.

        Sebagai lembaga yang memiliki visi membentuk Indonesia yang cerdas dan berkakter kuat lewat peningkatan ketersediaan, perluasan keterjangkauan, peningkatan kualitas, terwujudnya kesetaraan, pelestarian, pengukuhan, dan penjamin layanan pendidikan dan kebudayaan di seluruh Indonesia, serangan terorisme telah merusak citra serta kepercayaan terhadap instansi dan lembaga pendidikan keagamaan, dan terutama, telah merenggut masa depan sekaligus peran sosial generasi muda.

        Tugas ini sesungguhnya sangat sulit dan rumit mengingat bahwa pendidikan membutuhkan waktu yang lama, biaya yang besar, serta komitmen yang luar biasa, apalagi jika berhadapan dengan ancaman terorisme yang begitu besar. Program yang sudah dilakukan kemendiknas antara lain pembinaan karakter yang dintegrasikan dengan paham anti radikal terorisme dan penguatan wawasan kebangsaan yang diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan formal dan non formal.

D. Kementerian Dalam Negeri

      Kegiatan pencegahan dan penanggulangan terorisme oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terutama dititikberatkan pada peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol). Hal ini mengingat salah satu misi Kesbangpol adalah memantapkan wawasan kebangsaan, ideologi dan kewaspadaan nasional, pembauran bangsa, kesadaran dan kemampuan bela negara serta wawasan Ketahanan Ekonomi dalam tatanan Politik, Sosial, Budaya, dan Hukum segenap warga negara, dengan didukung berperannya institusi-institusi sosial dan budaya masyarakat bagi penguatan integrasi sosial. Dengan demikian, Kesbangpol berperan dalam meningkatkan kewaspadaan nasional, salah satunya adalah kewaspadaan terhadap tumbuh kembangnya bibit terorisme radikal di Indonesia.

E. Kementerian Luar Negeri

     Kementerian Luar Negeri memiliki fungsi yang sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia yang dilakukan untuk memastikan terjaminnyakepentingan nasional Indonesia. Melalui Kementerian Luar Negeri, Republik Indonesia menjalin hubungan dan kerjasama multilateral dengan berbagai negara lain, organisasi internasional, dan lembaga non-pemerintahan di seluruh dunia. Pelaksanaan politik luar negeri dalam kerja samamultilateral ini dilakukan melalui peningkatan peran aktifdan kepemimpinan Indonesia dalam mewujudkanperdamaian dan keamanan internasional.Salah satu peningkatan kerjasama internasional di bidang-bidang strategis yang menjadi kepentingan Indonesia adalah penanggulangan kejahatan lintas batas negara danterorisme.

       Kementerian Luar Negeri memilik peran dan tanggung jawab yang sangat signifikan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme, diantaranya dengan meratifikasi konvensi internasional yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan terorisme sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam memberantas aksi terorisme. Hal ini mengingat Indonesia telah menjadi korban beberapa kaliserangan terorisdan senantiasa berupayamenanggulangi kejahatan tersebut.

 F. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas

      Kementerian PPN/Bappenas sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab untuk menghasilkan rencana pembangunan nasional berdasarkan proses perencanaan sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, memiliki peran dan tanggung jawab yang signifikan dalam hal pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia. Hal ini mengingat rencana pembangunan nasional yang dimulai dari daerah hingga tingkat nasional, melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) dan dalam rangka mengintegrasikan, memadukan (sinkronisasi), dan mensinergikan baik  antardaerah, antar ruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, hubungan pusat dan daerah; mewujudkan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; serta menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

G. Kementerian Sosial

      Salah satu alasan mengapa generasi muda tertarik bergabung pada organisasi radikal adalah adanya rasa keterasingan dan adanya kesenjangan secara sosial dan budayadiantara masyarakat. Isu sosial yang kental dengan SARA juga muncul pada permasalahan terorisme, dimana sentimen teroris terhadap kaum non muslim diakibatkan anggapan kesenjangan tingkat pendidikan dan keadaan ekonomi (Golose, 2009). Hal ini sesuai dengan pendapat Noor Huda, seorang pengamat teroris yang menyatakan bahwa motif sosial politik lebih dahulu hadir dalam diri para teroris, dan ideologi, dalam hal ini indoktrinasi teks-teks agama, datang kemudian (lazuardibiru, 2012).

            Kementerian Sosial atau Kemensos, sebagai lembaga yang memiliki tugas mewujudkan kesejahteraan sosial oleh dan untuk semua, serta memperkuat ketahanan sosial melalui upaya memperkecil kesenjangan sosial dengan memberikan perhatian kepada warga masyarakat yang rentan serta kurang beruntung lewat pembinaan semangat kesetiakawanan sosial dan kemitraan, tentunya memiliki peranan besar dalam menuntaskan permasalahan terorisme di Indonesia. Pencegahan terorisme salah satunya diharapkan dapat terjadi dengan mewujudkan kesejahteraan sosial serta upaya-upaya untuk memperkecil kesenjangan di masyarakat. Hal ini sesuai dengan laporan hasil penelitian yang dirumuskan oleh The International Crisis Group (Crisis Group) pada tahun 2012, yang mengemukakan pentingnya merumuskan dan mengembangkan program bagi kelompok yang dianggap mudah atau rawan direkrut oleh jaringan teroris lewat kerja sosial yang sistematis.

            H. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

     Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) sebagai salah satu bagiandari pembangunan nasional fokus kepada bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang merupakan bagian dari upaya pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Oleh karena itu, terlihat bahwa Kemnakertrans memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. Kemnakertrans dalam merumuskan kebijakan dan peraturan yang terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia, terutama, di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian harus diarahkan untuk memberikan kontribusi nyata dan terukur dalam rangka peningkatan kesejahteraan tenaga kerja, ketenangan berusaha dan kesejahteraan transmigrasi yang dilaksanakan melalui berbagai kebijakan.

I. Kementerian Komunikasi dan Informasi

       Terorisme merupakan salah satu kejahatan yang paling sulit untuk dicegah karena perkembangannya begitu dinamis. Contohnya saja jika sebelumnya propaganda terorisme lebih banyak dilakukan dengan penyebaran informasi dan pandangan lewat satu orang ke lainnya secara langsung, internet dan media lainnya telah menjadi sarana utama kelompok teroris untuk berkomunikasi, sekaligus alat propaganda, publisitas untuk mendulang dukungan masyarakat, serta yang paling mengerikan dijadikan tempat untuk merekrut masyarakat luas. Pencegahan atas website inipun sangat sulit dilakukan, karena jika pemerintah menutup satu website milik teroris, akan muncul seratus website serupa. Mereka juga secara berkala mengubah nama dan URL setiap harinya, berpindah server dan kepemilikan setiap ISPs mereka diketahui (Centre of Excellence Defence Against Terrorism, 2008).

    Upaya pencegahan terorisme dengan peperangan kontra-propaganda tersebut saat ini telah gencar dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kemkominfo lewat pemblokiran situs-situs yang berisi konten negatif seperti cara merakit bom, video berisi propaganda, dan sebagainya. Lembaga yang memang memiliki fungsi mengawasi, membimbing, dan melaksanakan segala urusan terkait komunikasi dan informatika ini memegang peranan strategis dalam upaya pencegahan kejahatan terorisme. Apalagi saat ini Kominfo telah berhasil menjalankan program internet masuk desa sehingga jangan sampai hal ini dimanfaatkan pelaku teror.

J. Kementerian Hukum dan HAM

       Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia. Peran Kemenkumham dapat dimulai dengan perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan HAM yang dapat mencegah perkembangan dan penyebaran terorisme secara signifikan. Salah satunya, adalah sifat aksi terorisme yang memiliki karakteristik khusus, yaitu segi perencanaan, persiapan, dan mobilisasi memakan waktu yang tidak tentu dan sulit terdeteksi, tetapi aksinya akan berlangsung secara singkat, sporadis, dan berdampak besar.

K. Kementerian Pemuda dan Olahraga

   Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sebagai lembaga negara yang akan mewujudkan pemuda maju, berkarakter, berkapasitas, dan berdaya saing memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam hal pencegahan dan penanggulangan Terorisme di Indonesia. Kemenpora memiliki kedudukan yang cukup strategis dalam membimbing serta mendidik segenap generasi muda bangsa agar terhindar dari bahaya tindakan terorisme di Indonesia.

      Kemenpora dapat menyelenggarakan berbagai kegiatan dan program yang berorientasi padapenyiapan pemuda yang memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria serta memiliki sikap kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik tanpa meninggalkan akar budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam kebhinnekatunggal-ikaan untuk mendukung pengembangan kewirausahaan, kepeloporan, pendidikan, dan kepemimpinan, kesukarelawanan pemuda di berbagai bidang pembangunan, termasuk penugasan khusus bagi pengembangan kepanduan/kepramukaan sebagai wadah pengaderan calon pemimpin bangsa.

L. Kementerian Pertahanan

        Kementerian Pertahanan (Kemhan) memiliki tujuan utama dalam rangka menjaga Kedaulatan dan Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Keselamatan Bangsa. Untuk itu, Kemhan memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar dalam mencegah dan menanggulangi aksi terorisme di Indonesia, karena terorisme memiliki dampak yang sangat buruk bagi kedaulatan dan keutuhan bangsa, dan terlebih lagi dapat membahayakan keselamatan bangsa. Dalam mencegah dan menanggulangi terorisme, Kemhanharus berpedoman pada prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan represif yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama dalam mengungkap jaringan terorisme. Selain itu, peningkatan kerja sama intelijen, baik dalam negeri maupun dengan intelijen asing, melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan lainnya, haruslah terus ditingkatkan.

M. Tentara Nasional Indonesia

     Peran TNI dalam memerangi terorisme tidak terlepas dari tanggung jawab moral dan konstitusional yaitu menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan NKRI, dan melindungi segenap bangsa. Oleh karenanya salah satu langkah pencegahan terhadap aksi kejahatan terorisme bisa dilakukan ketika aparat intelijen TNI dapat berfungsi dengan baik dengan memberdayakan seluruh prajurit sebagai Bapul (Badan Pengumpul Keterangan), kemudian membentuk jaringan intelijen guna mengantisipasi luasnya wilayah, setelah itu peranan Babinsa (Bintara Pembina Desa) harus ditingkatkan kemampuannya, karena Babinsa merupakan ujung elemen sistem deteksi dini dalam mengawasi setiap desa.

       Secara umum, peran aktif seluruh prajurit di jajaran TNI, khususnya TNI AD  dalam memerangi terorisme sangat diharapkan mengingat terorisme mempunyai jaringan luas yang setiap saat dapat mengancam perdamaian, keamanan nasional dan kedaulatan negara. Selain itu langkah konkret dalam mengatasi Terorisme yaitu dibentuknya Desk Anti Teror, dalam proses pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan terorisme TNI melaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku hanya pada kondisi atau situasi tertentu, serta atas keputusan pimpinan negara. Namun, keberadaan dan kesiapan pasukan antiteror serta satuan intelijen strategis TNI telah memperlihatkan keahlian dan pengalaman dalam penanggulangan terorisme.

Sumber:

  1. Golose, Petrus Reindhard, Deradikalisasi Terorisme, Humanis, Soul Approach dan Menyentuh Akar Rumput, Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian, 2009.
  2. The International Crisis Group, 2012.
  3. Centre of Excellence Defence Against Terrorism, 2008.
  4. Dokumen Blueprint Pencegahan Terorisme, BNPT, 2014
  5. Dokumen Perkembangan Terorisme di Indonesia, BNPT, 2013