Terorisme di Indonesia Belum Sepenuhnya Tuntas. Modus Rakit Bom dengan Transaksi Miliaran

Terorisme di Indonesia Belum Sepenuhnya Tuntas. Modus Rakit Bom dengan Transaksi Miliaran melalui teknologi digital dengan cara manipulasi untuk mengelabui kecurigaan pemerintah terhadap transaksi yang janggal.

0
42
Photo courtesy: Tangsel News

Terorisme di Indonesia harus tetap diwaspadai. Menko Pulhukam mengungkap kejanggalan transaksi melalui pembelian sajadah bernilai miliaran rupiah di wilayah Jawa Timur. Transaksi janggal dan mencurigakan ini berhasil di deteksi dan diketahui dan pemerintah berupaya mengungkap transaksi ini sebagai bagian dari transaksi dan aksi terorisme. Uang yang di gunakan untuk merakit bom oleh kelompok teroris ini berhasil memanfaatkan transaksi dengan menggunakan teknologi digital untuk melancarkan dan mengembangkan aksi terorisme kelompoknya. Transaksi bernilai miliaran rupiah tersebut disinyalir juga dipergunakan untuk merekrut anggota baru untuk melancarkan serangan terorisme.

Kegiatan siber terorisme di era transformasi digital juga telah memanfaatkan teknologi dan kini juga telah diterapkan di kelompok teroris dalam melancarkan serangan, perekrutan anggota dan lain lain, demikian dikatakan Menko Polhukam, Mahfud Md pada sambutan acara Pengarahan gerakan Literasi Digital di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, minggu lalu.Hal ini juag menjadi salah satu pembuktian kuat bahwa gerakan atau aksi terorisme di tingkat global maupun di Indonesia belum sepenuhnya tuntas, untuk itu hal ini perlu terus di cermati secara seksama oleh pemerintah untuk tidak lengah di era gempuran transformasi digital.

Transaksi keuangan mencurigakan ini juga telah dan terus di pantai oleh PPATK yang diketahui cukup banyak. Mahfud Md yang juga sebagai Ketua TPPU melihat bahwa transaksi mencurigakan ini dimanfaatkan oleh dan untuk kegiatan maupun aksi terorisme dengan cara mengelabui dalam bentuk pemesanan dan jumlah barang berupa sajadah di sebuah tempat di Jawa Timur. Perusahaan memanipulasi hal tersebut yang ternyata barang pesanan sajadah tersebut tidak pernah di kirim. Saat dilakukan pelacakan transaksi mencurigakan ini oleh PPATK, uang tersebut dipergunakan untuk merakit bom.

Selain serangan siber terorisme, hal yang perlu diperhatikan juga adalah serangan siber oleh suatu negara atau kelompok kejahatan tertentu dengan melakukan pengintaian. Mahfud mencontohkan munculnya Bjorka, yang pernah menghebohkan di media sosial, yang mengklaim telah terjadi kebocoran data.
“Kemudian ada serangan siber yang disponsori oleh negara atau kelompok yang bermaksud jahat dapat melakukan pengintaian atau pencurian informasi seperti kita pernah dengar, di sini ada data pribadi bocor, Bjorka, pembicaraan antara presiden dan menteri yang bocor tempo dulu, dan bisa lebih dahsyat dari itu hanya saja hal ini tidak banyak kita ketahui,” imbuhnya.

(WU)